Kabartepian.com, Samarinda – Sampai saat ini proses pembayaran lahan pasar Harapan Baru belum menemui kejelasan yang telah di janjikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot), pasalnya tanah tersebut sudah di lakukan pembangunan sebagai kawasan pasar.
Sementara itu, komunikasi yang telah dilakukan oleh pemilik lahan dan Pemkot Samarinda belum mendapatkan kepastian pembayaran kepada pemilik lahan. Salah seorang pemilik lahan di kawasan Harapan Baru, Syahrul, menyangkut bahwa usai melakukan aksi di depan Kantor Wali Kota Samarinda pada hari Senin (23/12/2024) kemarin pihaknya segera melaporkan kasus yang menyangkut Kabag Hukum Pemkot Samarinda dan Kuasa Hukum ke Kejaksaan Tinggi (KAJATI) Kalimantan Timur.
“Pelaporan ini kami lakukan karena ada kejanggalan dalam proses pelunasan. Sebagai ahli waris pemilik tanah kami seolah-olah tidak memiliki hak atas pembayaran tanah itu, padahal kami ini sah atas (kepemilikan) tanah tetapi tidak bisa menerima hak kami,” kata Syahrul, Jumat (27/12/2024).
Menurutnya yang membuat ketersinggungan antara ahli waris dan Pemkot Samarinda, adalah proses pelunasannya tidak dilakukan di rekening ahli waris yang telah diajukan.
“Malahan proses pembayaran tanah kami ini dibayarkan ke rekening bersama antara pemilik lahan dan kuasa hukum sehingga kami kembali bertanya apa salahnya kami sehingga uang pembayaran itu tidak langsung kami terima secara langsung,” Pungkas Syahrul.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan, jika ternyata ada permasalahan lain itu bisa diselesaikan nanti setelah proses pelunasan, yang pasti pihaknya hanya menuntut agar pembayaran tersebut bisa masuk ke rekening ahli waris pemilik tanah yang sudah diajukan ke Pemkot Samarinda.
“Tetapi hingga kini kami belum menerima dana pembayaran dan malahan sudah diambil hak kami yang seharusnya sudah terima sesuai kesepakatan di bulan Desember,” jelasnya.
Namun, terkait dana pembayaran lahan yang masuk ke rekening bersama, atas nama Pontius Ding Ingan Beraan sebenarnya bukan kuasa hukum yang sah.
“Sebab pengacara kami sesungguhnya itu awalnya ialah bapaknya Pontius Ding, dan beliau telah meninggal, sehingga seharusnya turunan pengacara ini ialah rekanan bukan anaknya,” tambahnya.
Apalagi Pontius Ding ini menurut Syahrul bukan pengacara, tetapi malah membuat kuasa kepada pemilik lahan sebagai kuasa hukum.
“Ini tentunya menjadi pelanggaran, dan ini yang kami laporkan ke Kajati agar ada titik terang terkait nasib kami sebagai pemilik lahan atas proses pelunasan yang sudah di janjikan,” tandasnya.